Pakar UI Wanti-wanti – Siapa yang bisa menolak kelezatan sepotong steak medium rare yang juicy atau sate kambing dengan lemak yang menggoda? Sayangnya, kenikmatan sesaat ini bisa berubah jadi malapetaka bagi mereka yang punya masalah lambung, terutama penderita GERD (Gastroesophageal Reflux Disease). Pakar dari Universitas Indonesia (UI) mengungkapkan bahwa ada kebiasaan makan daging yang tampaknya sepele, namun bisa memperburuk kondisi GERD secara drastis.
Tak sedikit orang yang menyangka bahwa selama tidak makan makanan pedas atau asam, maka GERD-nya aman. Nyatanya, daging—terutama yang tinggi lemak dan diolah dengan cara tertentu—menjadi pemicu utama kekambuhan. Dan yang lebih mencengangkan, kebiasaan ini dianggap ‘normal’ di banyak budaya makan masyarakat Indonesia.
Daging Berlemak = Bom Waktu di Lambung
Menurut dr. Intan Fadhilah, SpPD, seorang pakar dari UI yang meneliti hubungan antara pola makan dan penyakit saluran cerna, konsumsi daging tinggi lemak seperti daging merah, jeroan, dan olahan daging (sosis, kornet, dendeng) adalah salah satu pemicu paling berbahaya untuk penderita GERD.
Lemak dalam daging memicu pelemasan katup esofagus bagian bawah—katup yang seharusnya mencegah asam lambung naik ke kerongkongan. Ketika katup ini melemah karena makanan berlemak, maka asam lambung dengan mudah merambat naik, menyebabkan sensasi terbakar, mual, nyeri dada, hingga batuk kronis yang kerap disalahartikan sebagai masalah paru.
Lebih parahnya lagi, lambung membutuhkan waktu lebih lama untuk mencerna lemak. Artinya, daging berlemak yang ‘nongkrong’ terlalu lama di perut memberi peluang lebih besar untuk asam lambung naik, terutama jika seseorang langsung tidur setelah makan.
Cara Masak Juga Menentukan: Goreng dan Bakar, Siap-siap Tersiksa
Pakar UI itu juga menegaskan bahwa bukan cuma jenis daging yang harus di perhatikan, tapi juga cara memasaknya. Teknik memasak seperti menggoreng, membakar, atau memanggang daging hingga berkulit hitam kecokelatan akan menambah risiko iritasi saluran cerna. Senyawa kimia berbahaya seperti amina heterosiklik yang muncul saat daging di bakar bisa memicu peradangan dan meningkatkan sensitivitas lambung terhadap asam.
Baca juga: https://riauexpress.com/
Jadi, jika Anda gemar menyantap sate kambing bakar atau ayam goreng tepung berlemak tinggi, lalu merasa dada sesak, mual, atau perut perih setelahnya—itu bukan kebetulan. Tubuh Anda sedang memberi peringatan.
Waktu Makan yang Salah, Efeknya Fatal
Makan malam dengan menu daging berlemak pada pukul 9 malam, lalu tidur pukul 10? Itu resep sempurna untuk mimpi buruk GERD. Dr. Intan menyarankan agar penderita GERD memberikan jeda minimal 2-3 jam antara makan malam dan waktu tidur. Jika tidak, gravitasi tak bisa membantu menahan asam lambung tetap di tempatnya. Hasilnya? Refluks asam yang menyiksa sepanjang malam.
Lawan Nafsu, Jangan Sembarang Makan
Memang sulit untuk menolak godaan daging berlemak, apalagi saat ada acara keluarga atau pesta. Tapi jika Anda adalah salah satu dari jutaan penderita GERD di Indonesia, waspadalah. Kesenangan sesaat bisa berarti penderitaan berkepanjangan.
Makanan bisa jadi obat, tapi juga bisa jadi racun. Jangan anggap remeh saran para pakar. Mengubah kebiasaan makan bukan hanya soal disiplin, tapi juga bentuk penghargaan terhadap tubuh sendiri. Jadi, lain kali saat tangan Anda tergoda mengambil sepotong daging panggang yang berkilau oleh lemak, ingat: Anda sedang bermain dengan api—secara harfiah, di dalam perut Anda.